Beranda Education Guru Besar FK Unpad Minta Prabowo Kaji Kolegium Versi Pemerintah dan Evaluasi...

Guru Besar FK Unpad Minta Prabowo Kaji Kolegium Versi Pemerintah dan Evaluasi Menkes

53
0
Besar
Besar

Kontroversi mengenai kebijakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam pembentukan kolegium medis versi pemerintah kembali menjadi sorotan. Kali ini, suara keras datang dari kalangan akademisi, khususnya Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad), yang meminta Presiden Terpilih Prabowo Subianto untuk turun tangan mengkaji ulang kebijakan ini. Dalam pernyataannya, guru besar FK Unpad menilai langkah Kemenkes berpotensi mengganggu tatanan pendidikan dan profesi kedokteran yang telah dibangun selama puluhan tahun.

Seruan ini menjadi semakin penting mengingat posisi Prabowo sebagai presiden terpilih yang akan menentukan arah kebijakan sektor kesehatan nasional di masa mendatang. Evaluasi terhadap kinerja Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin juga menjadi bagian tak terpisahkan dari permintaan tersebut.

Apa Itu Kolegium dan Mengapa Isunya Mencuat?

Definisi Kolegium dalam Dunia Kedokteran

Dalam konteks profesi kedokteran, kolegium adalah lembaga yang memiliki otoritas akademik dan profesional untuk menetapkan standar kompetensi, kurikulum pendidikan spesialis, dan pelatihan dokter spesialis di Indonesia. Kolegium berperan besar dalam memastikan bahwa setiap dokter spesialis yang diluluskan telah melalui proses pendidikan dan penilaian yang sesuai standar internasional.

Selama ini, kolegium berada di bawah koordinasi Majelis Kehormatan Etik Kedokteran dan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), serta bekerja sama erat dengan asosiasi profesi kedokteran seperti IDI (Ikatan Dokter Indonesia).

Kemenkes Bentuk Versi Sendiri

Beberapa waktu terakhir, Kementerian Kesehatan mengambil langkah membentuk versi kolegium tersendiri di bawah struktur pemerintahan, tidak lagi berbasis pada asosiasi profesi seperti sebelumnya. Langkah ini menuai kritik dari banyak pihak, termasuk para akademisi dan guru besar fakultas kedokteran.

Alasan Kemenkes adalah untuk mempercepat proses pendidikan spesialis, mengatasi kekurangan dokter di daerah, serta mengendalikan biaya pendidikan kedokteran. Namun, banyak pihak menganggap ini sebagai bentuk intervensi berlebihan yang bisa merusak independensi akademik dan profesionalisme dokter di Indonesia.

Suara Tegas dari FK Unpad

Permintaan Resmi kepada Presiden Terpilih

Dalam sebuah forum akademik terbuka, salah satu guru besar dari FK Unpad menyampaikan permintaan kepada Presiden Terpilih Prabowo Subianto untuk mengkaji ulang pembentukan kolegium versi pemerintah. Menurutnya, kebijakan ini tidak hanya menyalahi prinsip otonomi pendidikan tinggi, tetapi juga berpotensi mengacaukan sistem pendidikan kedokteran spesialis yang sudah terstandarisasi secara nasional dan internasional.

“Kami bukan menolak reformasi, tapi reformasi yang dilakukan harus ilmiah, terbuka, dan tidak mengorbankan kualitas,” ujar sang guru besar.

Permintaan tersebut bukan sekadar kritik, tetapi juga ajakan untuk berdialog terbuka dan menyusun langkah evaluasi menyeluruh terhadap kinerja Kemenkes dalam sektor pendidikan kesehatan.

Evaluasi Kinerja Menkes Budi Gunadi Sadikin

Selain mengkritisi kebijakan kolegium, guru besar FK Unpad juga secara terbuka meminta agar Prabowo melakukan evaluasi terhadap kinerja Menteri Kesehatan. Menurutnya, kebijakan Menkes selama ini cenderung sentralistis dan terlalu birokratis, sehingga menghambat fleksibilitas institusi pendidikan dalam menjalankan tugas akademik dan pengembangan keilmuan.

“Pak Menkes mungkin hebat di sektor finansial dan manajemen, tetapi sektor kesehatan tidak bisa hanya diukur dengan efisiensi administratif. Ini soal mutu manusia dan keselamatan pasien,” tambahnya.

Tanggapan dari Kalangan Akademisi dan Profesi

Dukungan dari Fakultas Kedokteran Lain

Pernyataan guru besar FK Unpad ternyata mendapat dukungan dari berbagai fakultas kedokteran lain di Indonesia, seperti dari Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Universitas Airlangga (Unair). Mereka menyatakan keprihatinan terhadap upaya pemusatan kewenangan pendidikan spesialis di bawah struktur pemerintah tanpa keterlibatan yang cukup dari profesi dan akademisi.

Forum Dekan FK se-Indonesia bahkan telah mengeluarkan pernyataan bersama yang menolak keberadaan kolegium versi pemerintah dan menegaskan pentingnya mempertahankan sistem kolegium berbasis profesi yang sudah berjalan selama ini.

Respons dari IDI dan KKI

IDI sebagai organisasi profesi utama dalam dunia kedokteran juga menegaskan sikap penolakan terhadap pembentukan kolegium oleh Kemenkes. IDI menganggap hal tersebut sebagai bentuk pelemahan independensi profesi medis dan bisa membuka celah terjadinya campur tangan politik dalam proses akademik.

Sementara itu, Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) mengingatkan bahwa semua regulasi yang menyangkut pendidikan kedokteran harus mengacu pada Undang-Undang Praktik Kedokteran dan UU Pendidikan Tinggi. Jika tidak, kebijakan Kemenkes bisa dianggap melanggar konstitusi dan berpotensi digugat secara hukum.

Kekhawatiran Terhadap Mutu dan Keselamatan Pasien

Standar Pendidikan yang Dikhawatirkan Turun

Salah satu kekhawatiran utama dari akademisi terhadap kolegium versi pemerintah adalah penurunan standar pendidikan. Jika kurikulum, metode pelatihan, dan standar kompetensi ditentukan secara sepihak oleh kementerian tanpa diskusi akademik dan profesi, maka kualitas lulusan sangat mungkin menjadi tidak merata.

Padahal, dokter spesialis merupakan ujung tombak dalam sistem pelayanan kesehatan. Jika kualitasnya dipertaruhkan, maka bukan hanya reputasi pendidikan tinggi Indonesia yang terdampak, tetapi juga keselamatan pasien di seluruh negeri.

Kekhawatiran Akan Politisasi Profesi

Selain soal mutu, muncul pula kekhawatiran bahwa kolegium versi pemerintah bisa menjadi alat politik. Dengan semua otoritas berada di bawah kementerian, dikhawatirkan terjadi praktik-praktik yang tidak sehat dalam proses pemilihan tenaga pengajar, penetapan kurikulum, hingga rekrutmen peserta pendidikan spesialis.

Profesi kedokteran yang selama ini menjaga netralitas dan integritas akademik bisa terganggu jika menjadi bagian dari birokrasi politik.

Apa Kata Kemenkes?

Alasan Pemerintah: Pemerataan dan Efisiensi

Kemenkes dalam beberapa pernyataannya menegaskan bahwa pembentukan kolegium versi pemerintah bertujuan untuk mempercepat pengadaan dokter spesialis, terutama di wilayah Indonesia Timur dan daerah terpencil. Pemerintah melihat bahwa sistem kolegium yang sekarang terlalu lambat dan tidak responsif terhadap kebutuhan pelayanan dasar di lapangan.

Kemenkes juga menyebut bahwa pendidikan spesialis selama ini terlalu mahal dan menimbulkan beban bagi dokter muda. Oleh karena itu, mereka ingin mengembangkan sistem yang lebih terjangkau dan terpusat.

Komitmen Menkes untuk Dialog

Menkes Budi Gunadi Sadikin sendiri dalam beberapa kesempatan menyatakan terbuka untuk berdialog dengan perguruan tinggi dan organisasi profesi. Namun, banyak kalangan menilai bahwa dialog tersebut belum sepenuhnya mencerminkan prinsip partisipasi yang adil dan setara.

“Pemerintah harus lebih banyak mendengar, bukan hanya menyampaikan,” kata salah satu dekan FK dari perguruan tinggi negeri.

Harapan dan Rekomendasi Untuk Pemerintahan Baru

Kaji Ulang Kolegium Pemerintah Secara Menyeluruh

Presiden Terpilih Prabowo Subianto diharapkan dapat segera menggelar kajian menyeluruh terhadap keberadaan kolegium versi pemerintah. Proses pengkajian ini harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan, mulai dari akademisi, profesi, asosiasi rumah sakit, hingga lembaga legislatif dan yudikatif.

“Ini bukan soal siapa benar siapa salah. Ini soal menjaga masa depan profesi dokter Indonesia,” kata guru besar FK Unpad.

Bentuk Dewan Kesehatan Nasional Independen

Beberapa akademisi bahkan menyarankan dibentuknya Dewan Kesehatan Nasional yang bersifat independen, mirip dengan Dewan Pendidikan Nasional, guna menjadi penyeimbang antara pemerintah dan profesi. Dewan ini akan bertugas merumuskan kebijakan jangka panjang di bidang kesehatan dan pendidikan medis, serta memastikan mutu dan integritas tetap terjaga.

Rekonsiliasi dan Kolaborasi

Salah satu solusi utama yang diusulkan banyak pihak adalah mengedepankan semangat kolaborasi, bukan konfrontasi. Kemenkes sebagai institusi negara perlu menjalin kerja sama erat dengan institusi pendidikan dan organisasi profesi, alih-alih berjalan sendiri dengan kebijakan top-down.

Pendidikan kedokteran bukan hanya urusan birokrasi, tetapi juga tentang warisan keilmuan dan kepercayaan publik